Beberapa minggu yang lalu, teman saya Windy membuat sesuatu bergetar dalam hidup saya. HP saya. lewat SMS nya. Ternyata pada saat itu,
beliau sedang bersilat lidah dengan temannya mengenai sebuah band jepang,
Tokyo Jihen; d
an meminta bekingan dari saya yang kebetulan
berpengetahuan luas *ehem* mengenai band ini. hehe.
To make story short, akhirnya
saya dikenalkan dengan temannya tersebut; yang oleh orangtuanya diberi nama Ribka,
namun oleh teman - temannya dipanggil Michan. Sama seperti saya, Michan juga
adalah seorang perantau dari Kota Tinutuan yang mengadu nasib di Jakarta.
Bedanya dia sudah lebih senior, karena sudah berada di ibukota selama sekitar 3
tahun. Oke,lanjut. Oleh Windy saya pun diberitahu bahwa Michan sering berbagi update terbaru mengenai hal-hal berbau jepang,
dan banyak memiliki informasi mengenai Japanese-related
events yang diadakan di Jakarta.
Dari dialah akhirnya saya mengetahui tentang Ennichisai yang diselenggarakan di
Little Tokyo Blok M pada 30 Juni 2012.
Setelah lama menunggu dengan
deg-degan,akhirnya hari yang dinantikan tiba. Pada hari sabtu yang cerah itu,
seperti biasa saya masuk kantor untuk browsing untuk kerja. Ya, perusahaan saya tetap kerja
di hari sabtu, layaknya kebanyakan
perusahaan kontraktor. Untunglah pada hari sabtu kami hanya kerja setengah
hari, dan yang lebih membahagiakan lagi, bos saya hari itu keluar kota. Alhasil,
ketakutan terbesar saya yaitu disuruh lembur, sepertinya tidak akan terwujud.
muahahahahahaha. Akhirnya tepat pukul 14:00 siang, saya segera menyelesaikan semua
unduhan semua kerjaan saya, merapikan meja, membersihkan browsing
history , mematikan komputer, mematikan AC, menginput fingerprint scan, retinal scan, tongue scan, voice recognition,
Passcode, PIN code, PUK code, dan setelah yakin kantor sudah dikunci dengan
aman, saya bersama pacar saya yang cantik pun langsung menuju ke Blok M.
Yiihaaa!
kantor yang sepi seperti kuburan
Selama 1 jam lebih sedikit di
dalam bus, saya tidak bisa tidur (bus is
my favourite sleeping spot,FYI). Selain karena panas, saya juga amat sangat
excited karena seumur hidup saya
hanya pernah mengikuti japanese
traditional festival lewat majalah Anim**ster. Alias belum pernah. Dan hari
itu nampaknya dewi fortuna sedang terpikat pada ketampanan saya, karena pada
hari itu jalanan tidak macet (ajaib!) dan cuaca lumayan bersahabat. Tadinya
kami janjian akan bertemu dengan Michan pada pukul 16:00. Tapi berhubung ketampanan
saya bekerja dengan baik, kami tiba di lokasi 40 menit lebih awal. Di pintu
masuk terminal Blok M, abang kenek pun menyuruh semua penumpang turun (penting
ya?). Dan karena saya dan pacar saya baru pertama kali menginjakkan kaki
disitu, kamipun langsung kehilangan arah.
Memang salah kami karena tidak
menaruh “arah” tersebut pada tempatnya, sehingga bisa hilang. Namun untungnya,
kami segera menemukannya kembali. Naluri mengambil alih. Dengan insting kamipun
mengikuti arah berjalan orang-orang kebanyakan. Go with the flow. Akhirnya kamipun bisa melihat Blok-M Square
berdiri dengan megah. Tapi ada satu masalah.
MASUKNYA DARI MANA?? Mengelilingi bangunan itu, adalah sekelompok
dinding *apa sih* yang tiada akhir. Setelah tanya sana sini, akhirnya kami
ditunjukkan suatu jalan masuk rahasia yang
tidak terlihat mata telanjang. Lorong-lorong kami lewati. Labirin kami lalui. Jembatan
diseberangi dan anak tangga digerayangi. Diujung jalan sana pun tiba-tiba
terlihat. Uzumaki Naruto berjalan beriringan dengan Aburame Shino. Wanijima Akito bersepatu roda dengan santai. Tokoh tokoh Anime & Manga
bergelimpangan. Yep.. We’re here.
Berdiri.
Hadap kanan grak. Hadap kiri grak. Maju tiga langkah. Mundur tiga langkah.
Balik kanan. Balik kiri. KAJE. Ya, dengan belum datangnya Michan, kami bagaikan
turis tanpa guide. Anak ayam tanpa induk. Tukang urut tanpa si anak kecil yang
suka nawarin kacang. We have no earthly
idea what to do. Orang Manado bilang “bingo bingo yaki”. Anak alay bilang
“kamseupay”. Melalui perbincangan via handphone, kami tahu bahwa saudari Michan
masih di jalan, dan kami mengucapkan sumpah bahwa kami akan menunggu di depan
panggung tepatnya disamping Bakso Lap***an T**bak. Alhasil kami hanya diam
ditempat, dan hanya mengambil foto cosplayer
yang memposisikan diri di dekat kami. Mau foto bareng, si tukang foto nya masih di jalan.hihi
(sorry sis Michan :p) Di atas panggung juga tidak ada yang perform, dan hanya ada para kru yang melakukan check sound. Dari
begitu banyak cosplayer yang berlalu
lalang, ada cukup banyak tokoh yang bisa saya kenali. Seperti Portgas.D.Ace(almarhum), Trafalgar Law, Naruto dkk, Wanijima Akito, Kurohitsuji, Mario Bros
terdampar, Sakata Gintoki, Mukuro Rokudo, dll. Banyak juga gadis - gadis
berseragam seifuku/sailor uniform, ada
yang mengenakan kimono/yukata, ada
juga yang mengenakan seragam military (bingung
namanya apa, pokoknya semacam seragam seperti yang dipakai di Fullmetal Panic atau Gundam). Banyak juga berkeliaran sekelompok orang
yang kelihatannya tergabung dalam suatu band visual kei. Oh iya, disini juga banyak terlihat orang-orang jepang
asli , dan saya sempat melihat dua orang jepang usia paruh baya yang mengenakan
sailor uniform lengkap dengan rok
tentunya, dengan rambut dikepang dua. Hahahahaha. Sayangnya tidak sempat
tertangkap kamera.
By the way, kalau teman-teman pernah melihat iklan poca** sw**t
yang dibintangi oleh JKT48/AKB48 dimana mereka bergoyang di pantai dengan di
iringi lagu yang liriknya kalau ngga salah “i
miss youuuuuu, i want youuuuuu, i need youuuuuu, atamaaa noooo naaaaka..” naah,disini ada game arcade nya. Bentuk game
nya mirip-mirip DDR/ ParaParaParadise. Jadi di layar terlihat 2 orang cewek yang menari
diiringi lagu yang tadi disebutkan diatas, namun versi long
version nya. Kemudian kita harus mengikuti gerakan imut nan girly ala girlband yang mereka lakukan. Saya tidak
ikut main, karena saya malu. Seandainya teman saya Djolly Makacempeng ada
disini, pasti dia akan coba main. Karena dia memang suka main. Okay. Yang jadi
misteri bagi saya, adalah sistem sensornya. Bagaimana cara komputer menangkap
gerakan tangan + kaki + pinggang + pinggul yang meliuk liuk kian kemari? Saya
mencoba melihat ke atas, tapi tidak terdapat sensor seperti yang terdapat di
PPP. Kalau teman-teman ada yang tau, tolong di share. hehe. Untuk sementara, kecurigaan saya terletak pada
mikrofon aneh yang dipegang oleh pemain.
Setelah
menunggu beberapa menit, Michan pun datang. The
world is saved. Dialah sang guide, induk ayam, anak kecil penjual kacang. Soko
guru, suri tauladan, cahaya dalam gelap. Dengan lirih dan penuh ragu dia
bertanya... “Andre?” Sayangnya dia benar. Tak mau kalah saya pun menjawab
dengan lirih... “Iya”. Dia kemudian memperkenalkan diri kepada pacar saya,
Sharon; dan petualangan kami akhirnya dimulai. Setelah puluhan paragraf
pengantar yang tidak penting, petualangan yang sebenarnya akhirnya dimulai. Itekimaaaaaaasu!!!!
Awalnya
saya bingung. Kalau suguhannya hanya panggung, game “i miss u, i want u, i need u”, dan beberapa stand kecil, apakah ini
cukup untuk membunuh waktu? Namun ternyata kekhawatiran saya tidak terbukti.
Begitu sang guide sudah menyertai kami, diluar dugaan dia mengajak kami ke arah
belakang, berlawanan dengan arah panggung. There’s
more. Setelah berjalan sedikit, kami menemukan panggung lain. Di atas panggung
itu ada beberapa gadis remaja yang bergoyang sambil lipsync, dengan pakaian yang seragam, dan ada sebagian kecil
penonton pria yang ikut sing-along dan
beberapa dari mereka terlihat cukup histeris. Dengan cakap mata saya menangkap
tulisan di kaos pria-pria heboh tersebut. JKT48. “JKT48?!” pikirku.
“Michan,JKT48?!” tanyaku. Namun Michan juga ragu. Kembali lagi dengan cakap
mata saya menangkap satu persatu wajah dari personil girlband itu. Nampaknya bukan JKT48. Sepertinya hanya lomba
mirip-miripan atau sejenisnya.
Ternyata
perjalanan masih berlanjut. Kami tiba di kawasan Little Tokyo Blok M. Jadi apabila ada kawasan bernama Chinatown yang dikhususkan untuk
komunitas masyarakat pendatang dari Cina, maka Little Tokyo ini adalah versi Jepang nya. Dan semuanya menjadi jelas.
Pantas dari tadi banyak orang jepang kesana kemari. Ternyata emang ada
kompleksnya toh. Menurut penjelasan Michan, tempat ini adalah pusat hiburan
malam. Dan memang dengan melihat sekilas pun sudah cukup jelas sih. Fasilitas
umum yang ada disini sebagian besar adalah Hotel, Tempat Pijat Kesehatan,
Restoran dan Tempat Karaoke, dan kesemuanya ditaburi lampu-lampu neon yang
besar dan warna warni. Disini juga terdapat panggung yang besar, dipandu 3
orang MC. 2 orang jepang berpakaian tradisional dan 1 orang indonesia
penerjemah. Dan ternyata kegiatan ini menyediakan 2 panggung yaitu Traditional Stage & Modern Stage, dan yang tadi kami lihat
di awal kami datang adalah modern stage nya.
Namun
pada saat itu kawasan Little Tokyo diatur
sedemikian rupa sehingga terasa fun dan
memiliki suasana festival yang kental. Saya merasa seperti sedang berada dalam
komik jepang saat setting musim
panas. Seperti di komik, disini ada game tembak-tembak berhadiah, ada ringo ame (permen apel), dan katanya
malamnya akan ada kembang api (sayangnya saya tidak sampai larut malam, karena
bisa ketinggalan bus T_T). Saya mencari-cari game menangkap ikan mas dengan
kertas (namanya lupa) tapi sepertinya tidak ada. Padahal dari dulu saya ingin
coba memainkannya. Apalagi sedang bersama pacar. Hmmm. Kalau di komik-komik kan
biasanya itu dimainkan bersama pacar, dan begitu ikannya berhasil ditangkap,
dikasih deh ke pacar.hihihi *lepas tanggung jawab*
Berjalan-jalan membuat kami
lapar. Kamipun singgah ke kedai takoyaki, dan menikmati takoyaki yang masih
panas, ditraktir oleh Michan (Doumo Arigatoooooou!!!!). Sekilas info
untuk teman-teman di Manado, ternyata takoyaki memiliki aroma cakalang fufu! :D
Di persimpangan jalan kami
bertemu dengan sekelompok orang berpakaian tradisional jepang yang sedang menari
awa odori. Sebagian besar dari mereka
adalah orang Indonesia. Nampaknya mereka tergabung dalam semacam klub pecinta
budaya Jepang.
Kami juga bertemu dengan tim Omikoshi (rombongan penari jepang yang
mengarak sebuah kuil kecil dan beberapa dari mereka menabuh gendang), dan
banyak orang yang berebut untuk foto-foto dengan mereka. Tiba-tiba ada sesuatu
yang menggelitik pikiran saya. Dan saya merasa geli. karena digelitiki.
Digelitiki sesuatu. Begini.. Sesungguhnya kan mereka hanyalah orang jepang
biasa, bukan artis atau selebritis. Namun hanya karena mengenakan pakaian
tradisional dan memainkan musik tradisional, maka bimsalabim! puluhan, bahkan mungkin ratusan orang, ingin difoto
disamping mereka. Saya jadi berpikir. Kalau Jepang bisa, mengapa Indonesia
tidak bisa? Anak-anak muda kita selalu berpikir bahwa segala hal yang berbau
“tradisional” itu tidaklah keren. Tapi lihat saja, hal yang “tidak keren” itu
di negeri orang bisa membuat kita jadi artis dadakan. Bayangkan di Jepang sana
di adakan festival kebudayaan Indonesia, dan terdapat dua panggung. Di panggung
A berdiri artis Indonesia seperti Christian Sugiono atau Gading Martin. Di
panggung B berdiri sekelompok orang dengan batik memainkan Kulintang atau Sasando.
Menurut kalian panggung mana yang bakal banyak mengundang blitz kamera? Come on, yang berdiri di panggung A bagi
orang-orang di luar Indonesia just an
ordinary good-looking guy. Saya bukannya sirik (dikit sih. hehe) tapi sudah
mengerti kan inti argumen saya? :)
Mungkin
karena melihat saya dan Sharon yang begitu aktif berfoto ria (orang Manado
bilang mangkage), Michan yang awalnya
malas difoto lama kelamaan mulai minta difoto. Sebelum kami meninggalkan
kawasan Little Tokyo, dia menghampiri
seorang anak jepang yang berbadan gemuk dan mengenakan pakaian tradisional
untuk minta foto bersama. Namun karena dewi fortuna masih terlalu fokus dengan
ketampanan saya, nasib Michan tidak terlalu beruntung. Saat dia sedang berlari
menuju anak gemuk tersebut, dari persimpangan jalan tiba-tiba muncul mobil
kontainer yang melaju dengan cepat, dan Micha.. BOHONG. Saat dia mau meminta
foto bareng dengan si anak gemuk, mungkin karena malu, si anak langsung
berteriak dengan bahasa Indonesia yang kaku “NGGAK MAUUU!!!!” lalu lari
menjauh. Hahaha. Poor Michan. Di luar
dugaan, teman si anak gemuk yang tadinya lari bersama tiba-tiba kembali lagi
dan berkata. “Aku aja”. Dan langsung memasang pose klasik tangan di pinggang.
Tapi kali ini Michan yang menolak, karena anak itu memang kurang lucu.
Setelah itu masih banyak yang
kami lakukan, kami singgah ke
Star**cks untuk barter lagu-lagu dan dorama jepang, kemudian beli merchandise,
dan berfoto di photobooth milik
An*max yang berlatar anime Beelzebub. Sebenarnya
saya ingin melihat Band Performance, tapi
sampai malam yang tampil di panggung hanya lomba cosplay (saat kami kembali
nampaknya sudah final) dan penampilan solo seorang penyanyi wanita yang
mengenakan kepala boneka dan membawakan lagu Vocaloid. Sepertinya penampilan band sudah berakhir tadi siang,
atau mungkin baru akan diadakan pada hari kedua (besoknya). Akan tetapi karena
pada hari tersebut saya ada urusan, maka bisa dikatakan inilah akhir
petualangan saya. Hahahaha. Kamipun harus berpisah dengan kondisi badan lelah
dan kaki lumayan sakit. But i have a
really good time. Banyak-banyak terimakasih saya sampaikan kepada saudari
Ribka Christy a.k.a Michan yang telah menjadi guide, induk ayam, anak kecil
penjual kacang. Soko guru, suri tauladan, cahaya dalam gelap. Semoga pada
Ennichisai tahun depan saya bisa hadir. Itupun kalau tahun ini tidak jadi
kiamat. Hahahahahaha.